mulailah mencintai negri kita dengan karya sastranya ^_^

aku anak indonesia,
cinta negeri dan menghargai
karya sastra indonesia...
HIDUP INDONESIA!!!!!

Minggu, 06 November 2011

Welcome Party Beswan Djarum agkatan 27 Regional Bandung










CERPEN: Dormitori

DORMITORI
Oleh Winni Siti Alawiah

“Tolong….tolong….tolong”, teriak Melda dari dalam gudang bekas penyimpanan tabung gas.
Sudah dua jam berlalu dan tak satu pun orang yang datang ke gudang itu. Mungkin karena letak gudang yang jauh dari rumah warga. Terkunci dalam ruangan yang begitu besar, pengap, dan gelap membuat jantung gadis berusia 17 tahun itu berdetak kencang. Matanya yang selalu berjaga kesetiap sudut di ruangan itu. Pengawasan yang dibuatnya memberikan sedikit ketenangan bagi dirinya.
Handphonenya mati tak bisa dipakai untuk mengubungi siapapun yang bisa menolongnya keluar dari tempat menyeramkan itu.
“ya Tuhan, tolong aku. Aku ingin pulang”, nada suaranya mulai paraw. Entah siapa yang menyeretnya kedalam mobil jip berwarna biru tua ketika ia keluar dari gerbang sekolah.
Keadaan berbeda, di sebuah ruangan berarsitektur eropa modern, tergolek lemas di atas sofa seorang pria berkumis tebal.
“dimana dia sekarang, aku tidak akan makan bahkan minum obat tanpanya di sampingku!”, teriak pria berkumis itu pada pria berjas coklat yang berdiri disampingnya.
“kami sudah menghubungi semua kawan-kawannya di sekolahnya tetapi tidak ada yang mengetahui kemana Nona Muda pergi”, jelas pria berjas itu dengan hati-hati.
“sesulit itukah kalian mencari gadis kecilku!. Aku tidak ingin mendengar alasan apapun, cepat pergi dan cari anakku!. Jangan kembali sebelum kau bertemu dengannya!”, perintahnya tegas.
Segera dengan cepat pria berjas itu meninggalkan ruangan besar berwarna emas. Dengan langkah cepat pria itu menyuruh anak buahnya untuk menyiapkan mobil.
“David!!!,”
“kau memanggilku?”, langkahnya terhenti. David membalikan badan ke arah suara yang memanggilnya.
“ia. Bagaimana keadaan Melda dan Robby?”, tanya wanita tinggi berkulit putih itu.
“entahlah Nyonya. Seperti biasa Tuan tidak pernah mengharapkan keadaan buruk menimpa Nona Muda”
“Keras kepala!!!”
Segera wanita itu melangkahkan kakinya cepat namun tetap anggun. Wanita itu tante Reina yang setia membantu Robby ayahnya dalam membesarkan Melda semenjak ibunya meninggalkannya karena kecelakaan sepuluh tahun yang lalu.
“hei, pria batu!!! Lagi-lagi kau ingin menyiksa dirimu sendiri!”
“hah, sudahlah Rei. Aku tahu apa yang aku lakukan. Terimakasih atas perhatianmu. Tapi tolong mengertilah”
“benar-benar kepala batu!. Kau pernah melakukan ini berulang kali setiap anakmu pergi tanpa kabar. Padahal anak itu hanya pergi dengan temannya. Kau akan mati jika setiap Melda pergi terlalu lama dan kau memutuskan tidak meminum obatmu!.”, jelas Reina kesal.
Reina duduk di sofa yang berhadapan langsung dengan tempat Robby berbaring lemas. Dengan setelan baju tidur berwarna merah ati Robby terlihat begitu mengkhawatirkan.
“lihat dirimu. Sebentar lagi kau akan mati dengan keputusan bodohmu itu!!!”
“tolonglah Rei, jangan paksa aku. Kali ini firasatku berbeda. Melda berjanji akan pergi ke pantai denganku sepulang sekolah. Tapi lihat dia tidak pulang. Sudah lima jam Rei, lima jam!!!”, Robby terengah-engah.
“pikiranmu masih kolot. Ini zaman modern Robby!!! Anakmu pergi dan pulang dengan kawalan, apa harus ia pergi bermain dengan teman-temannya dan membawa orang-orang berjas biru yang selalu berjaga di sekelilingnya.”
“baiklah Rei, aku mengalah. Aku harus bagaimana sekarang?”, tanya Robby yang berusaha mengangkat tubuhnya yang lemah dari sofa.
“ minum obatmu dan tidurlah. Biar aku yang membantu mencari Melda”, jawab Reina tenang.
“oh Rei, kenapa kau selalu begitu baik. Selalu membantuku ketika anakku pergi tanpa kabar. Lalu bagaimana dengan urusanmu?”
“aku sedang tidak ada urusan apapun”.
Akhirnya empat buah tablet berwarna putih dan merah itu masuk kedalam tenggorokkan Robby. Hingga Robby terlelap di kasurnya Reina masih setia menungguinya.
***
Melda terbangun dari tidur lelah yang menyandarkan tubuhnya ke drum besar yang sudah berkarat. Tenggorokkannya terasa begitu kering, belum setetes airpun melewati tenggorokkannya sejak siang tadi.
Terdengar langkah kaki yang terburu-buru melewati gudang. Seketika Melda merapatkan telinganya pada dinding gudang. Itu pasti seseorang yang mungkin saja dapat membantunya keluar dari situ. Namun belum sempat berteriak meminta tolong, Melda tersentak dan kembali megulum perkataannya.
“dimana gadis itu di sekap?”, tanya salah satu pria diluar dengan suara sangar.
“entahlah. Kupikir tak perlu terburu-buru untuk menghabisinya. Kita masih punya banyak waktu, kita bisa mempersiapan peralatannya dengan lengkap dan itu akan memudahkan kita untuk menghilangkan jejak”, jelas pria lainnya
“aku sudah menebak kau akan mengatakan hal itu. Baiklah kali ini aku akan mendengarkan usulmu”. Setelah itu terdengar langkah kedua pria itu semakin menjauh dari gudang.
“apakah gadis yang mereka maksud adalah aku”, Melda tersungkur lemas, kaki dan tangannya gemetaran. Pandangan gadis berambut ikal itu mulai kosong. Nafas kepasrahan begitu terasa.

***
“Reina!!!” teriak Robby bagai petir yang mengagetkan semua penghuni rumah mewah itu.
“kemana kalian semua. Dimana Meldaku. Aku bisa gila!!!”, Robby semakin galau. Efek samping obat yang diminumnya membuat tubuhnya begitu kuat untuk beberapa jam.

BERSAMBUNG....