mulailah mencintai negri kita dengan karya sastranya ^_^

aku anak indonesia,
cinta negeri dan menghargai
karya sastra indonesia...
HIDUP INDONESIA!!!!!

Selasa, 15 Februari 2011

artikel wien!!!

Esay
Tema: “Partisipasi dan Peran Aktif Wanita dalam Dunia Politik/Pemerintahan”
Wanita Berpolitik Adalah
Wanita Tangguh Berperan Ganda!!!
Oleh Winni Siti Alawiah

‘Tabu’ bukan lagi menjadi kata yang dapat dibenarkan untuk wanita yang berkecimpung di ranah politik. Menjadi sebuah hal biasa bahkan terlalu lumrah di era seperti ini jika seorang wanita memutuskan untuk berkarier di bidang politik. Partisipasinya pun tidak perlu diragukan lagi, hampir di setiap instansi pemerintahan kita akan menemukan fakta bahwa banyak wanita yang berperan penting dan memegang jabatan tinggi di instansi tersebut.
Politik tidak akan terlepas dari peran pemerintah sebagai penentu arah. Banyak negara di dunia ini yang menggunakan berbagai cara melalui arah dan pandangan politik untuk mengatur sistem pemerintahannya. Begitu pula dengan Indonesia sebagai negara republik yang sudah tiga kali berganti haluan politik.
Sebagai pelaksana politik yang baik tentu saja wajib untuk mengetahui dan memahami esensi dari politik itu sendiri. Hal tersebut menunjukkan bukan hanya kaum adam saja yang dapat berpolitik melainkan wanita yang selama ini dianggap sebagai nomor dua dalam hal kepemimpinan dan perannya dalam segala aspek pun dapat melakukan tindakan politik dengan dasar di atas.
Anggapan bahwa wanita merupakan nomor dua dalam hal kepemimpinan dan perannya dalam segala aspek dibandingkan dengan laki-laki sudah dapat ditepis. Semua itu dapat terlihat dari prestasi dan keterampilan yang ditunjukkan kaum wanita selama ini yang memunculkan anggapan bahwa antara wanita dan laki-laki tidak banyak terdapat perbedaan. Prestasi dan keterampilannya tersebut dapat dilihat dari kepemimpinan dan peranan wanita dalam kehidupan politik di negara kita.
Kekuatan berupa ketegaran, ketegasan, dan ketepatan dalam mengambil keputusan merupakan ciri yang dimilki wanita sekaligus menjadi syarat bagi kepemimpinannya. Sehingga, beban dan tanggung jawab seorang wanita pemimpin lebih besar dari tanggung jawab laki-laki, dimana wanita berperan ganda yaitu tanggung jawabnya baik sebagai ibu dalam rumah tangga maupun tanggung jawab sebagai pemimpin dalam karirnya.
Kesejajaran antara wanita dengan laki-laki dalam berbagai hal termasuk politik sudah diperjuangkan sejak dulu. Kita pasti mengenal RA. Kartini, seorang wanita priai yang berusaha membangkitkan peranan wanita dimasa itu dengan tindakannya agar wanita memiliki pemikiran dan tindakan yang modern. Dengan demikian, adanya persamaan hak diberbagai aspek kehidupan yang berhasil menggeser pandangan terdahulu.
Sebut saja Megawati, seorang wanita pertama yang telah berhasil menunjukkan eksistensinya di bidang politik pemerintahan. Bukan suatu kebetulan bagi seorang Megawati dapat menduduki jabatan ‘orang nomor satu di Indonesia’ pada saat itu. Pengalaman dan tentu saja keahliannya yang memberinya ruang gerak di ranah politik yang saat itu masih belum dapat mengakui wanita sepenuhnya sebagai pelaksana politik yang baik.
Namun Megawati telah menunjukkan bahwa wanita pada saat itu telah berhasil mengatasi hambatan-hambatan yang berasal dari sikap budaya masyarakat. Hambatan-hambatan itu yang tadinya menjadi alasan kuat penolakan wanita untuk berpolitik. Ibrahim (dalam Tan 1991 : 16) menjelaskan beberapa hambatan yang muncul dari kepemimpinan wanita,
Pertama, hambatan fisik. Perempuan, katanya dibebani tugas “kontrak” untuk mengandung, melahirkan, dan menyusui. Keharusan ini mengurangi keleluasaan mereka untuk aktif terus menerus dalam berbagai bidang kehidupan. Bayangkan jika perempuan harus melahirkan sampau lebih selusn anak pastilah usia produktifnya habis dipakai untuk tugas-tugas reproduktif yang mulia itu.
Kedua, hambatan teologis. Untuk waktu yang lama, perempuan dipandang sebagai mahluk yang dicipta untuk lelaki. Termasuk mendampingi mereka, menghiburnya, dan mengurus keperluannya. Perempuan, menurut cerita teologis seperti ini, diciptakan dari rusuk lelaki. Cerita ini telah jauh merasuk dalam benak banyak orang, dan secara psikologis menjadi salah satu faktor penghambat perempuan untuk mengambil peran yang berarti.
Ketiga, hambatan sosial budaya. Terutama dalam bentuk stereotipikal. Pandangan ini melihat perempuan sebagai mahluk yang pasif, lemah, perasa, tergantung, dan menerima keadaan. Sebaliknya lelaki dinilai sebagai mahluk yang aktif, kuat, cerdas, mandiri, dan sebagainya” dibanding perempuan.
Keempat, hambatan sikap pandang. Hambatan ini antara lain bisa dimunculkan oleh pandangan dikotomistis antara tugas perempuan dan lelaki. Perempuan dinilai sebagai mahluk rumah, sedangkan lelaki dilihat sebagai mahluk luarrumah. Pandangan dikotomistis seperti ini boleh jadi telah membuat perempuan merasa risi keluar rumah, dan visi bahwa tugas-tugas kerumahtanggaan tidak layak digeluti lelaki.
Kelima, hambatan histori. Kurangnya nama perempuan dalam sejarah di masa lalu bisa dipakai membenarkan ketidakmampuan perempuan untuk berkiprah seperti halnya lelaki.


Seiring perkembangan zaman, arus informai dan komunikasi yang masuk dan diterima oleh kaum wanita menyebabkan kesempatan untuk mengembangkan diri, berpolitik dan kepemimpinannya terbuka lebar. Kelima hambatan di atas bukan lagi tembok besar yang menghalangi langkah wanita untuk berkarier seperti lelaki.
Di era pendidikan ini tidak menutup kemungkinan bagi seorang wanita untuk melenggang dengan bebas ke dalam gedung MPR dan DPR. Namun tentu saja dengan segudang keahlian politiknya yang dapat dikontribusikan dalam bentuk kebijakan, tindakan, bahkan responnya terhadap masyarakat.
Sejarah telah memberikan gambaran yang begitu nyata bagi kita bahwa sejak dulu pun wanita telah berkontribusi aktif dalam dunia politik negeri ini. Pemerintahan yang berjalan sekarang pun tidak terlepas dari peranan wanita dalam setiap aspeknya.
Kembali pada peran ganda yang harus dilaksanakan oleh seorang wanita yang memilih berkarir dibidang politik. Peran ganda tersebut seperti yang dikemukakan oleh Suwondo (1981 : 266),
1. Sebagai warga negara dalam hubungannya dengan hak-hak dalam bidang sipil dan politik, termasuk perlakuan terhadap wanita dalam partisipasi tenaga kerja; yang disebut fungsi ekstern;
2. Sebagai ibu dalam keluarga dan istri dalam hubungan rumah tangga; yang dapat disebut fungsi intern.
Kedua fungsi yang dikemukakan Suwondo tersebut merupakan dasar peran yang dimiliki wanita terutama mereka yang memiliki karier, sehingga wanita harus benar-benar dapat mengatur perannya agar kedua peran tersebut tidak ada yang terabaikan. Jika tidak, maka kehidupan akan menjadi tidak seimbang, sehingga tidak jarang di antara mereka yang hanya memilih salah satu peran, akibatnya terdapat salah satu peran yang dikorbankan.
Sebagai contoh, ada beberapa wanita karier yang aktif berpolitik dan mengabaikan peran utamanya sebagai ibu rumah tangga. Hal tersebut tentu saja menyebabkan keretakan yang mengancap kelangsungan perkawinannya, dan pada akhirnya wanita itu akan memilih bercerai dan hidup sebagai single parent.
Namun banyak pula wanita yang dapat mempertahankan keutuhan perkawinannya dan kelangsungan kariernya dalam bidang politik dengan seimbang. Seimbang dalam arti menjadi ibu rumah tangga yang baik ketika berada ditengah-tengah keluarganya dan menjadi wanita dengan jiwa militan ketika berpolitik. Dengan demikian, jelas bahwa wanita yang unggul dan tangguh wanita yang dapat berjuang menghadapi berbagai tantangan apabila peran gandanya dapat dilakukan dengan penuh tanggung jawab.
Menjadi wanita yang berjalan di ranah politik tidaklah mudah. Diperlukan sikap kepemimpinan dalam bentuk kedewasaan dalam mengatasi berbagai masalah yang dihadapi. Seperti pandangan politik yang kuat dan dasar-dasar berpolitik yang baik akan menjadi modal utama.
Terlepas dari itu semua, kita harus mengakui bahwa wanita Indonesia berhasil menggeser anggapan terdahulu yang tidak menghiraukan keberadaan wanita khususnya dalam berpolitik. Perlu diingat bahwa wanita berpolitik merupakan wanita yang berhasil melaksanakan peran gandanya sebagai ibu rumah tangga dan wanita karier. Maka, wanita tangguh merupakan julukan yang tepat untuk mereka yang berhasil mengemban tanggung jawab gandan dalam kehidupannya.